Potensi Stok dan Serapan Karbon di Hutan Desa Segamai Serapung

Unduh artikel dalam Bahasa Indonesia:

Penyimpanan karbon adalah salah satu pilihan yang dapat digunakan untuk mengurangi karbon di atmosfir agar berkurangnya konsentrasi gas rumah kaca yang dapat meningkatkan suhu permukaam bumi atau perubahan iklim. Tumbuhan melakukan proses fotosintesis dengan menyerat CO2 dari udara dan merubahnya menjadi karbohidrat, yang kemudian disebarkan dan disimpan ke seluruh bagian tumbuhan, termasuk daun, batang, ranting, bunga dan buah. Proses penimbunan C dalam bagian tumbuhan hidup tersebut dinamakan penyerapan karbon (Rosalina 2013). Untuk menghitung serapan C di dalam tumbuhan dapat dilakukan dengan mengukur biomassa. Biomassa tumbuhan dalam satuan area tertentu dapat menggambarkan serapan jumlah CO2 di atmosfer.

Cadangan karbon hutan didefinisikan sebagai jumlah karbon yang terkandung dalam hutan. Dalam inventarisasi karbon hutan, carbon pool yang diperhitungkan setidaknya ada 4 kantong karbon, yaitu: (a) biomassa atas permukaan, (b) biomassa bawah permukaan, (c) bahan organic mati, dan (d) karbon organic tanah (Sutaryo 2009). Terdapat 4 cara utama untuk menghitung biomassa yaitu, (a) sampling dengan pemanenan (Destructive sampling) secara in situ, (b) sampling tanpa pemanenan (Non-destructive sampling) dengan data pendataan hutan secara in situ, (c) pendugaan melalui penginderaan jauh, dan (d) pembuatan model.

Kajian ini bertujuan untuk menghitung potensi stok dan serapan karbon di dalam area Hutan Desa Segamai (2269.07 ha) dan Serapung (1972.43 ha) dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh. Tahap awal proses ini yaitu dengan memetakan tutupan lahan pada areal kajian. Berdasarkan hasil analisis tutupan lahan dengan menggunakan citra Landsat 9 dan Sentinel 2 tahun 2023 diperoleh informasi bahwa areal berhutan pada HD Segamai yaitu 2189.74 dan HD Serapung yaitu 1596.77 ha (Gambar 1 & Tabel 1).

Gambar 1. Peta tutupan lahan tahun 2023

Tabel 1 Luas tutupan lahan tahun 2023

Pemetaan data penutupan lahan berdasarkan pada klasifikasi citra obyek penutupan lahan yang dapat dilakukan dengan analisis visual maupun digital. Tutupan lahan pada kedua Hutan Desa didominasi oleh tutupan hutan. Proporsi hutan HD Segamai sebesar 96.5% dari total tutupan lahan yang ada, sedangkan pada HD Serapung proporsi tutupan hutan sebesar 69.18% dari total tutupan lahan.

Setelah mendapatkan informasi tutupan lahan pada tahun 2023, estimasi simpanan karbon dilakukan pada kajian ini dilakukan dengan dua pendekatan. Pendekatan pertama yaitu dengan menggunakan data sekunder nilai estimasi rata-rata biomassa permukaan tanah (GEDI L4B) dan pendekatan kedua menggunakan nilai rujukan dari berbagai penelitian biomassa di Pulau Sumatera.

Pada pendekatan pertama, biomassa diperoleh dengan menumpang-tindihkan dengan data GEDI L4B Gridded Aboveground Biomass Density pada aplikasi Google Earth Engine (GEE). Produk L4B Global Ecosystem Dynamics Investigation (GEDI) ini memberikan perkiraan 1 km x 1 km (1 km, selanjutnya) rata-rata kepadatan biomassa di atas permukaan tanah (AGBD) berdasarkan pengamatan dari minggu misi ke-19 yang dimulai pada 18-04-2019 hingga minggu misi ke-138 yang berakhir pada 04-08-2021 (Dubayah et al. 2022). Kemudian titik sample disebar secara acak di seluruh areal kajian Hutan Desa Segamai dan Serapung. Jumlah titik sample yang digunakan dalam kajian ini yaitu 1457 titik yang terbagi atas 1011 titik sebagai data training dan 446 titik sebagai data validasi. Pembagian jumlah titik ditentukan dengan perbandingan 70% untuk data training, dan 30% untuk data validasi. Titik sample digunakan untuk mendapatkan perwakilan dari areal kajian yang kemudian titik ini mengambil informasi berupa nilai reflektansi objeck tutupan lahan yang disimpan dalam bands citra satelit Sentinel2.  Dalam data citra satelit, band adalah rentang radiasi elektromagnetik yang diukur oleh suatu sensor. Setiap band mencatat jumlah energi yang dipantulkan atau dipancarkan oleh suatu benda pada panjang gelombang tertentu. Band cahaya yang berbeda dapat digunakan untuk mengidentifikasi material dan fitur berbeda di permukaan bumi (Horning 2004). Band ini digunakan sebagai predictor (X) atau independent variable sedangkan nilai biomassa yang didapat dari data GEDI mendjadi respon (Y) atau hasil yang ingin diketahui.

Analisis hubungan antara band dan biomassa dilakukan dengan menggunakan algoritma Simple Linear Regression (SLR) random forest. Regresi dalam penginderaan jauh menggunakan konsep dasar yang sama dengan regresi dalam konteks lain. Fungsi regresi menentukan kekuatan dan karakteristik hubungan antara variabel terikat dan satu atau lebih variabel bebas untuk lebih memahami atau meramalkan variabel terikat. Dalam konteks penginderaan jauh, variabel terikat ini dapat berupa kemungkinan terjadinya bencana alam atau kemunculan suatu spesies, sedangkan variabel bebas dapat berupa band, indeks, atau kumpulan data raster lainnya seperti tinggi pohon atau jenis tanah (Zhou 2016). Jumlah band, indeks dan data raster lain yang digunakan sebagai predictor untuk biomassa berjumlah 21 yang terdiri atas B2, B3, B4, B5, B6, B7, B8, B11, B12, Elevasi, Slope, AVI, CVI, CIG, Cire, EVI, GLI, IRECI, MCARI, MNDVI, NDVI. Kemudian diperoleh persemaan SLR berikut ini:

Biomassa = 0.7 * bandInfo + 30.055

Keterangan:
30.055 = konstanta (intersep y)
0.7 = koefisien beta
bandInfo = prediktor

Kemudian dilakukan penghitungan Root Mean Square Error (RMSE). RMSE telah digunakan sebagai metrik statistik standar untuk mengukur kinerja model dalam studi penelitian meteorologi, kualitas udara, dan iklim (Chai 2014). Ini adalah ukuran keakuratan prediksi model atau korelasi antara nilai yang diketahui dan nilai prediksi. Hal ini dihitung dengan mengambil akar kuadrat dari rata-rata sisa kuadrat. Residual adalah selisih antara nilai prediksi dan nilai sebenarnya. Nilai RMSE yang lebih rendah menunjukkan bahwa prediksi model lebih akurat. Nilai RMSE yang lebih tinggi menunjukkan bahwa prediksi model kurang akurat. Rumus RMSE yang digunakan adalah sebagai berikut.

Dalam kajian dengan menggunakan pendekatan ini, diperoleh RMSE dari persamaan SLR yaitu sebesar 21.45 untuk data training dan 34.8 untuk data validasi.

Selanjutnya pada pendekatan kedua, nilai biomassa diperoleh dari data sekunder berbagai penelitian di Pulau Sumatra, berikut ini merupakan nilai biomassa pada berbagai kelas tutupan lahan. 

Tabel 2. Nilai biomassa pada berbagai kelas tutupan lahan

Nilai biomassa pada kedua pendekatan menjadi dasar penentuan jumlah stok karbon pada setiap tutupan lahan yang ada di Hutan Desa Segamai dan Serapung. Jumlah stok C dihitung dengan persamaan dari IPCC (2003) dan Brown (1994). Selanjutnya setelah didapatkan nilai stok Karbon (ton C), nilai stok karbon dikonversi menjadi Carbon Sequestration (penyimpanan karbon) dengan mengkalikan nilai stok karbon dengan bobot atom CO2 yaitu 44/12 atau 3.67 (IPCC 2005).

Tabel 3. Estimasi Biomassa permukaan dan stok karbon tahun 2023 (Analisa Citra)

Tabel 4. Estimasi Biomassa permukaan dan stok karbon tahun 2023 (Referensi)

Tabel di atas menunjukan bahwa terdapat perbedaan jumlah total stok karbon maupun serapan CO2 yang dilakukan dengan 2 pendekatan. Pada Table 4 atau pendekatan dengan menggunakan analisis citra dan data GEDI, diperoleh nilai simpanan karbon pada tutupan hutan adalah sebesar 235,288-ton atau terdapat 863,510-ton CO2 yang terserap dan menjadi simpanan CO2 pada tutupan hutan. Sedangkan pada table 3, nilai simpanan karbon pada tutupan hutan yaitu 236,867 ton atau 869,305 ton CO2 yang terserap. Jumlah CO2 yang diserap tutupan hutan berdasarkan pendekatan studi literatur lebih besar 5,795 ton dibandingkan dengan pengukuran dengan pendekatan analisis citra.

Selain itu berdasarkan jumlah total karbon pada pendekatan citra yaitu sebesar 249,777 ton C atau 916,682.4 ton CO2 dan pada pendekatan studi literatur yaitu sebesar 238,815 ton C atau 876,451 ton CO2. Pendekatan analisis citra memiliki jumlah stok karbon yang lebih besar 10,962 ton C atau 40,231 ton CO2 dibandingkan dengan hasil estimasi pendekatan studi literatur. Hal ini disebabkan karena pada tutupan lahan yang lain memberikan nilai stok atau serapan CO2 yang lebih besar dibandingkan dengan hasil estimasi pada pendekatan studi literatur.

Estimasi pendugaan stok C maupun serapan CO2 dimasa depan perlu dilakukan untuk menaksir kondisi vegetasi atau nilai serapannya. Pendugaan ini mengabaikan intrupsi-intrupsi lain seperti penebangan liar, bencana dan lain sebagainya. Nilai pendugaan stok maupun serapan diperoleh dari riap rata-rata tahunan yang kemudian dikonversi menjajdi biomassa, stok karbon dan serapan CO2. Nilai riap yang digunakan yaitu sebesar 1.749 m3/ha/th (KLHK 2012). Kemudian dengan menggunakan formula dari Brown (1994) didapatkan biomassa atas tegakan (AGB):

AGB = VOB * WD * BEF

Keterangan:
AGB = Above Ground Biomass (ton/ha)
WD = wood density ~ 0.57
BEF = Biomass Expansion Factor ~ 2.66

Tabel 5. Riap stok karbon di HD Segamai-Serapung

Asumsi lain yang digunakan dalam kajian ini yaitu mengubah tutupan lahan selain hutan menjadi hutan, sehingga pada tahun ke-5 diperoleh simpanan karbon sebesar 1.33 ton C pada masing-masing tutupan dan terdapat penambahan simpanan karbon pada tutupan hutan sebesar 6.63 ton C atau terdapat penambahan stok C sebesar 11.93 ton C di dalam areal Hutan Desa Segamai dan Serapung.

Sehingga pada tahun 2028 terdapat penambahan stok C sebesar 11.93 ton atau 43.8 ton CO2 didalam areal pengelolaan Hutan Desa Segamai–Serapung. Ilustrasi penambahan stok karbon dan serapan CO2 dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Perbandingan stok C dan serapan CO2 di HD Segamai Serapung

Kesimpulan

Pendugaan potensi karbon dapat dilakukan dengan dengan berbagai metode, salah satunya dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh. Pendugaan dalam kajian ini dilakukan dengan 2 (dua) pendekatan: (a) pendekatan analisis citra dari nilai rata biomassa GEDI L4B; dan (b) pendekatan menggunakan referensi studi literatur simpanan biomassa di Pulau Sumatera. Berdasarkan hasil analisis pendugaan stok karbon dengan pendekatan citra diperoleh stok karbon sebesar 249.772 ton atau 916.682 ton CO2 sedangkan berdasarkan pendekatan studi literatur diperoleh serapan karbon sebesar 283.815 ton atau 876.451 ton CO2. Kemudian penambahan stok karbon pada tahun 2028 diestimasi sebesar 11.93 ton, sehingga pada pendekatan analisis citra stok karbon yang tersimpan sebesar 249,789 ton dan pendekatan studi literatur 238,826 ton. Pendugaan dengan pendekatan analisis citra lebih besar 10,962 ton dibandingkan dengan pendekatan studi literatur.

Perlunya kajian lebih detail untuk menduga simpanan karbon yang tersimpan di Hutan Desa Segamai dan Serapung dengan menggunakan data primer dari survey terestris agar mendapatkan nilai prediksi model yang lebih akurat.

Referensi

Brown S. 1994. Estimating biomass and biomass change in tropical forests, a primer. FAO Forestry Paper 134. Rome: FAO. http://www.fao.org/docrep/W4095E/w4095e06.htm [25 Agustus 2023].

Chai T. 2014. Root mean square error (RMSE) or mean absolute error (MAE)?. Geoscientific Model Development Discussions 7(1): 1247–1250. https://www.researchgate.net/publication/262980567_Root_mean_square_error_RMSE_or_mean_absolute_error_MAE

Dubayah, R.O., J. Armston, S.P. Healey, Z. Yang, P.L. Patterson, S. Saarela, G. Stahl, L. Duncanson, and J.R. Kellner. 2022. GEDI L4B Gridded Aboveground Biomass Density, Version 2. ORNL DAAC, Oak Ridge, Tennessee, USA. https://doi.org/10.3334/ORNLDAAC/2017.

Horning N. 2004. Understanding pixels, bands and channels. Centre for Biodiversity and Conservation. US: American Museum of Natural History. https://www.amnh.org/content/download/74350/1391420/file/PixelsBandsAndChannels_Final.pdf   [28 Agustus 2023]

IPCC. 2003. Good Practice Guidance for Land Use, Land-Use Change and Forestry. Japan: IPCC.

IPCC. 2005. Carbon Dioxide Capture and Storage. USA: Cambridge University Press.

KLHK. 2012. Riap volume tegakan berdasarkan riap Nasional sesuai Surat Edaran Dirjen BUK Nomor : SE.10/VI-BUHA/2011 tanggal 12 Desember 2011).

Rochmayanto Y, Darusman D, Rusulono, Elias. 2010. Change of the Carbon Stock and It’s Economic Value on the Conversion of Peat Swamp Forest to Pulpwood Industrial Plantation Forest. JMHT 16(1): 18-26.

Rosalina Y, Kartawinata K et al. 2013. Carbon Stock in the Peat Swamp Forest Conservation Area of PT National Sago Prima, Kepulauan Meranti, Riau. Buletin Kebun Raya 16(2): 115 – 130.

Yulianti, N. 2009. Cadangan karbon lahan gambut dari agroekosistem kelapa sawit PTPN IV Ajamu, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sutaryo, D. 2009. Penghitungan Biomassa: Sebuah Pengantar Untuk Studi Karbon dan Perdagangan Karbon. Wetlands Internation Indonesia Programme. Bogor.

Zhou X, Zhu X, Dong Z, et al (2016) Estimation of biomass in wheat using random forest regression algorithm and remote sensing data. Crop J 4:212–219. https://doi.org/10.1016/j.cj.2016.01.008

Penulis: Irwan Budiarto, Asep S. Adhikerana, Zulfahmi
Desain Grafis: Dhoni Saputra

Artikel
EcoNusantara menghadirkan pengetahuan ahli dan pendekatan keterlibatan terkait untuk mendukung klien dan pemangku kepentingan dalam mengembangkan solusi inovatif yang berkomitmen terhadap tanggung jawab lingkungan dan sosial. Bagian ini menyajikan dinamika terkini dari karya dan aktivitas yang kami lakukan.​
Terbaru