Krisis iklim yang terjadi akibat peningkatan emisi karbon membuat kita harus bergerak secara nyata dalam bidang ekonomi, salah satunya dengan penetapan harga karbon. Penetapan harga karbon terbukti ampuh dalam menuntun ekonomi menuju jalur rendah emisi. Untuk memaksimalkan ini, sinyal harga karbon harus dipertahankan, diperkuat, dan diperluas ke bagian yang lebih besar karena ¾ dari emisi tidak tersentuh oleh instrumen penetapan harga karbon.
Laporan terbaru Intergovernmental Panel on Climate Change’s, secara gamblang memberikan gambaran atas dampak pemanasan global yang sudah dirasakan, termasuk hilangnya nyawa, krisis kemanusiaan, dan kerusakan ekosistem yang tidak dapat dipulihkan. Laporan ini menyoroti dampak dari setiap peningkatan tambahan pemanasan global, seperti membatasi kenaikan suhu 1,50C bukan 20C. Menurut laporan tersebut Emisi global harus turun 43% pada tahun 2030.
Pada akhir tahun 2021, para Perwakilan negara-negara anggota United Nation Framework on Climate Change Conference (UNFCCC) berhasil menyepakati Buku Aturan Paris dalam pertemuan 2021 United Nations Climate Change Conference (26th Conference of the Parties) disingkat COP26 di Glasgow. Ini merupakan konferensi iklim paling penting sejak Perjanjian Paris diadopsi pada tahun 2015. Kesepakatan dalam pertemuan tersebut menghasilkan Article 6 atau bab 6 dari Paris Agreement yang akhirnya disepakati secara bersama aturan implementasinya. Di dalam article-nya terdapat model pembiayaan untuk implementasi mitigasi perubahan iklim, menghubungkan antara negara dan pemerintah sebagai pengambil kebijakan dan penentu target, menghubungkan kerjasama dan pembiayaan antar negara dalam pengurangan GRK, serta mekanisme yang akan dipakai. Dalam konfersensi ini juga mencapai kesepakatan untuk mengurangi pembangkit listrik tenaga batu bara dan menghapus subsidi bahan bakar fosil yang tidak efisien, serta sebagai aturan finalisasi pasar karbon internasional. Namun gabungan kontribusi ini masih akan menyebabkan pemanasan 2,40C sehingga akan diadakan kembali pertemuan COP27 pada November 2022.
Laporan Bank Dunia tahun lalu menunjukkan meski terlihat beberapa tanda positif terkait dengan harga karbon yang lebih tinggi, peningkatan pendapatan, dan penerapan aturan baru untuk pasar karbon internasional (berdasarkan Article 6 Paris Agreement) namun kemajuannya belum signifikan. Di seluruh dunia, terdapat 68 instrumen penetapan Carbon Pricing Instrument (CPI) termasuk pajak dan ETS yang sedang beroperasi. Tiga instrumen lainnya sedang dijadwalkan, salah satunya Indonesia. CPI yang beroperasi mencakup sekitar 23% dari total emisi Gas Rumah Kaca (GRK) global, ini menunjukkan peningkatan kecil dalam total cakupan global. Organisasi Maritim Internasional juga sedang mempertimbangkan untuk menetapkan harga pada emisi dari kegiatan pelayaran internasional. Jika ini berhasil diadopsi maka akan menjadi langkah besar dalam mengatasi GRK global.
Pada tahun 2021, dalam perdagangan emisi menghasilkan rekor penetapan harga karbon global sebesar USD 84 miliar. Atau setara dengan 60% kenaikan dibanding tahun 2020. Ini menggambarkan potensialnya harga karbon sebagai alat fiskal untuk berkontribusi dalam tujuan yang lebih besar. Dengan penurunan harga dan pengurangan alokasi gratis, pendapatan Emission Trading System (ETS) melampaui pendapatan pajak karbon untuk pertama kalinya. Rekor harga ETS untuk diamati di Uni Eropa (UE), California, New Zealand, dan Republic of Korea, serta di pasar lainnya beberapa pajak karbon juga mencapai harga tertinggi. Meski demikian harga karbon harus terus naik untuk memenuhi Paris Agreement Temperature Goals.
Tidak hanya ETS dan pajak karbon yang terus meningkat. Pendekatan harga karbon untuk lintas batas juga terus meningkat. Uni Eropa telah lebih dulu mengadopsi mekanisme perbatasan karbon yang disusul dengan Canada serta Inggris Raya. Pendekatan dengan lintas batas ini akan memperkuat dukungan domestik, mencegah kebocoran karbon, dan mendorong mitigasi di luar batas negara.
Peningkatan juga terjadi pada sektor perdangangan kredit karbon dalam rentang tahun 2021-2022. Hal ini bisa dilihat dari transkasi penggungganaan lahan dan kehutanan yang meningkat sebanyak 159%. Sekitar 70% dari kredit ini dihasilkan di Asia, terutama di Kamboja, Indonesia, dan Cina. Sebagian besar sisanya dihasilkan di Amerika Latin. Meningkatnya permintaan untuk kredit karbon ini, membuat harga untuk kredit ini juga meningkat.
Aturan pasar karbon baru yang ditetapkan pada COP26 di Glasgow telah menciptakan kepastian tambahan yang dapat membantu pasar kepatuhan internasional berkembang lebih jauh di tahun-tahun mendatang. Pasar kredit karbon tumbuh 48% pada tahun 2021. Untuk saat ini, sebagian besar aktivitas pasar tetap terpusat pada pasar karbon sukarela. Dalam pasar karbon sukarela, pembeli menempatkan nilai yang beragam seseuai karakteristik pasar. Seperti kondisi geografi serta manfaat tambahan yang dirasakan.
Nilai kredit karbon pasar sukarela mencapai USD 1 miliar untuk pertama kalinya, didorong oleh komitmen perusahaan. Menurut Ecosystem Marketplace, pada tahun 2021 volume kredit yang diperdagangkan dari proyek-proyek berbasis pengurangan di pasar karbon sukarela adalah dua puluh satu kali lebih tinggi daripada volume kredit yang diperdagangkan dari proyek-proyek berbasis penghapusan.
Tidak ketinggalan peran pelaku keuangan di pasar kredit karbon juga ikut berkembang pesat dalam satu tahun terakhir. Pelaku keuangan menyediakan modal dan mekanisme perlindungan nilai risiko kepada pengembang proyek yang sebelumnya bergantung pada ekuitas dan hibah untuk investasi awal. Pelaku keuangan bertindak sebagai perantara untuk karbon sukarela dalam transaksi kredit.
Pengembangan teknologi baru dalam keuangan, khususnya blockchain membentuk praktik perdagangan di pasar kredit karbon. Ketika mobilisasi blockchain telah mendapatkan daya tarik dalam beberapa tahun terakhir, menjadikan pasar kredit karbon dapat dioperasikan dengan keuangan terdesentralisasi. Keuangan terdesentealisasi memungkinkan peer-to. Transaksi keuangan peer merupakan transaksi tanpa pihak ketiga yang diaktifkan oleh cryptocurrency, smart contact, dan inovasi teknologi digital lainnya.
Berdasarkan lapoaran yang diterbitkan World Bank tahun 2022 terkait Carbon Pricing dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan di berbagai sektor. Seperti misalnya harga karbon global yang menghasilkan rekor tertinggi, pendekatan harga karbon untuk lintas batas semakin meningkat, juga diikuti dengan peningkatan harga kredit karbon, serta dengan datangnya pihak baru dalam pengembangan teknologi keuangan yang akan membuat tata kelola pasar karbon terus berkembang.
Sumber:
The World Bank. 2022. State and Trends of Carbon Pricing. Whasington: International Bank for Reconstruction and Development